A. Keesaan dan Kekuasaan Allah
- QS. Al-Baqarah : 21 – 22
يَآأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة : ٢١)
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 21)
Tafsir Mufradah
Ibnu Abbas menafsirkan النَّاسُ dengan “orang-orang Mekkah” dan اعْبُدُوْا dengan “tauhid (meng-esakan)” sebagaimana dikutip oleh Syeikh Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain. Sedangkan menurut jumhur ulama tafsir, yang dimaksud dengan النَّاسُ adalah orang-orang mukallaf (baligh dan berakal) dan yang dimaksud dengan اعْبُدُوْا adalah seluruh aspek yang bernilai ibadah, baik yang pokok maupun cabang. Pendapat ini lebih lengkap maksudnya
<span class="fullpost">
. Menurut mereka, kaidah “setiap ayat yang dimulai dengan يَآأَيُّهَا النَّاسُ ditujukan kepada orang-orang Mekkah dan setiap ayat yang dimulai يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا ditujukan kepada orang-orang Madinah” adalah aghlabiyyah , yakni kaidah umum yang biasanya berlaku seperti itu, karena Surat Al-Baqarah merupakan surat Al-Madaniyyah, yaitu surat yang turun setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. [1]
Pokok Kandungan Ayat
Perintah untuk menyembah Allah (beribadah kepada-Nya)
Kesimpulan
Beribadah hanyalah kepada Allah karena Dia telah menciptakan kita dan dengan cara beribadah seseorang menjadi orang yang bertaqwa, yaitu orang yang takut kepada siksaan Allah pada hari pembalasan. Dengan demikian, seseorang telah mencapai derajat tinggi (mulia) di sisi Allah.
اَلَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَآءَ بِنَآءً وَّأَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوْا ِللهِ أَنْدَادًا وَّأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (البقرة : ٢٢)
Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah (yang disembah selain Allah, seperti berhala, dsb), padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 22)
Tafsir Mufradah
اَلَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ فِرَاشًا maksudnya, Dialah Yang menjadikan, yakni menciptakan bumi sebagai hamparan yang datar bagimu, yang sifatnya tidak keras sekali dan tidak lembut sekali. Bila sangat keras atau sangat lembut, maka tidak mungkin kita menetap di atasnya.[2]
وَّأَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ maksudnya, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu untuk kamu makan dan kamu berikan sebagai makanan bagi binatang ternakmu[4]
مِنَ السَّمَآءِ maksudnya awan, turunnya hujan menurut kadar yang terkandung dalam awan yang digerakkan oleh Allah kemana saja dikehendaki-Nya. Menurut faham aliran ahlussunnah wal-jama‘ah, air itu berasal dari surga. Kemudian diturunkan sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan oleh Allah, yang diletakkan di atas awan. Awan bagaikan saringan untuk menyaringkan air. Lalu dibawa oleh Allah gumpalan-gumpalan awan yang di dalamnya terdapat air itu untuk diturunkan menjadi hujan ke tempat-tempat yang dikehendaki-Nya. Adapun menurut faham aliran mu‘tazilah, awan ada pengisap bagaikan unta. Maka, turunnya hujan berasal dari hisapan air laut yang asin yang dihisapnya sesuai dengan kadar yang telah ditentukan Allah untuk diturunkan. Lalu dinaikkan ke udara (awan) dan dihembus angin sehingga menjadi tawar. Kemudian dibawa oleh Allah gumpalan-gumpalan awan yang di dalamnya terdapat air itu untuk diturunkan menjadi hujan ke tempat-tempat yang dikehendaki-Nya.[5] Jadi, yang berbeda dari kedua aliran tersebut ialah sumber air hujan. Adapun proses turunnya sama, yakni digerakkan oleh Allah ke mana yang dikehendaki-Nya.
الثَّمَرَاتِ maksudnya tumbuh-tumbuhan yang dikonsumsi sebagai makanan pokok dan sampingan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.[6]
فَلاَ تَجْعَلُوْا ِللهِ أَنْدَادًا وَّأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ maksudnya, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah pada beribadah (yang disembah selain Allah, seperti berhala, dsb), padahal kamu mengetahui bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya dan mereka (makhluk) tidak mampu menciptakan sesuatupun seperti ciptaan Allah. Dan yang berhak disebut Tuhan adalah yang bersifat sebagai pencipta.[7]
Pokok Kandungan Ayat
Allah sebagai Pencipta.
Kesimpulan
Allah sebagai Pencipta yang telah menciptakan manusia dan berbagai macam sarana yang akan dimanfaatkannya dalam menempuh hidup dan kehidupan di dunia. Maka, sangat tidak wajar jika manusia menyekutukan-Nya karena bukti adanya Allah sangat jelas dan tidak mungkin bisa dipungkiri.
- QS. Ali Imran : 5 – 6
إِنَّ اللهَ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْئٌ فِى اْلأَرْضِ وَلاَ ِفى السَّمَآءِ (آل عمران : ٥)
Artinya: “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit”. (QS. Ali ‘Imran : 5)
Tafsir Mufradah
لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْئٌ tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah, yakni Allah Maha Mengetahui.[9]
Pokok Kandungan Ayat
Allah Maha Mengetahui
Kesimpulan
Ayat ini sebagai sanggahan terhadap anggapan orang-orang Nasrani dari kaum Najran yang mendakwakan Nabi Isa sebagai Tuhan karena mengetahui sesuatu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, tidak ada satupun yang tersembunyi dari ilmu Allah, baik itu yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Tidak demikian halnya Nabi Isa karena pengetahuan yang dimiliki Nabi Isa adalah pemberian Allah.
هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ ِفى اْلاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَآءُ لآ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ (آل عمران : ٦)
Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali ‘Imran : 6)
Tafsir Mufradah
يُصَوِّرُكُمْ ِفى اْلاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَآءُ membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya, yakni laki-laki atau perempuan, pendek atau panjang, putih atau hitam dan sebagainya.[10]
Adapun Nabi Isa AS sekalipun beliau diberi izin oleh Allah untuk menghidupkan orang mati, namun tidak mampu membuat bentuk manusia dalam rahim sebagaimana dikehendakinya, bahkan beliau sendiri yang dibentuk oleh Allah dalam rahim ibunya, yakni Maryam. Maka, dirinya sendiri pun tidak mampu untuk membentuk apalagi membentuk orang lain.[11]
الْحَكِيْمُ Maha Bijaksana, artinya memposisikan sesuatu pada tempatnya.[13] Maksudnya, segala sesuatu yang diciptakan Allah selalu sesuai dengan kebutuhan manusia dan relevansinya terjamin, tiada sesuatupun yang alpa dari Allah, walau terkadang manusia tidak sudi menerimanya. Padahal di balik semua itu ada hikmahnya.
Pokok Kandungan Ayat
Allah yang berhak disembah.
Kesimpulan
Bagaimanapun bentuk anggota tubuh manusia dan jenis kelaminnya yang kita saksikan dalam kehidupan ini, sudah ditentukan Allah sejak berumur 120 hari dalam rahim seorang ibu. Dan ini membuktikan bahwa hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah, bukan selain-Nya.
B. Bukti-bukti Kekuasaan Allah
- QS. Al-Baqarah : 28-29 & 164
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ (البقرة : ٢٨)
Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal tadinya kamu mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah : 28)
Tafsir Mufradah
أَمْوَاتًا mati, yakni setetes air mani ketika dalam tulang sulbi (tulang pinggang ayah dan tulang dada ibu).[14]
أَحْيَاكُمْ Allah menghidupkan kamu, yakni dalam rahim ibu ketika kandungan berumur 120 hari dan kemudian dilahirkan ke dunia.[15]
ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ kemudian Allah mematikan kamu, yakni ketika telah sampai ajalnya (kontrak hidup di dunia).[16]
ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan, yakni setelah dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat kemudian diberi balasan kepada masing-masing manusia sesuai dengan amalnya di dunia.[18]
Pokok Kandungan Ayat
Proses kehidupan manusia dari berbagai alam.
Kesimpulan
Perjalanan hidup manusia mengalami proses yang sangat panjang dari alam yang berbeda, yakni mulai dari alam sulbi, alam dunia, alam kubur, dan alam akhirat. Dengan memperhatikan demikian besarnya bukti kekuasaan Allah, maka alangkah jeleknya manusia yang tetap saja kufur kepada-Nya karena di hari akhirat kelak semua manusia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya semasa di dunia.
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا ِفى اْلأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلىَ السَّمَآءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ (البقرة : ٢٩)
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 29)
Tafsir Mufradah
خَلَقَ لَكُمْ مَّا ِفى اْلأَرْضِ جَمِيْعًا Allah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk kamu, yakni semua ciptaan Allah di dunia ada manfaatnya dan tidak pernah ada yang sia-sia. Dan semua itu supaya manusia bisa merenungi dan mengambil pelajaran dari ciptaannya.[19]
ثُمَّ اسْتَوَى إِلىَ السَّمَآءِ kemudian Dia berkehendak menciptakan langit, yakni setelah selesai penciptaan bumi dalam jangka waktu 2 (dua) hari dan seisinya juga 2 (dua) hari.[20]
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ lalu diciptakannya tujuh langit, yakni tujuh lapisan yang jarak antara setiap lapis langit 500 tahun perjalanan dan juga tebalnya setiap langit seperti itu. Lapisan pertama, dari gelombang yang melengkung. Kedua, Marmer yang putih. Ketiga, besi. Keempat, tembaga. Kelima, Perak. Keenam, emas. Ketujuh, batu zamrud yang hijau.[21]
Pokok Kandungan Ayat
Proses penciptaan langit dan bumi.
Kesimpulan
Allah menciptakan alam ini melalui proses dan tahapan-tahapan dan semua ciptaan Allah yang ada di bumi ada manfaatnya, baik manfaatnya nyata dan bisa dirasakan langsung ataupun tidak nyata, seperti penciptaan nyamuk. Nyamuk kalau kita perhatikan sepintas tidak bermanfaat sama-sekali bahkan sangat mengganggu kita. Tetapi kalau kita mau mengkajinya secara mendalam, cukup besar manfaat yang dirasakan manusia dari penciptaan nyamuk, yakni seberapa banyak orang bisa hidup dari nyamuk dengan dibangunnya sekian banyak pabrik obat anti nyamuk dan pabrik kelambu.
Maka dengan demikian, sangat tidak wajar bila manusia masih saja ingkar kepada Allah.
إِنَّ ِفى خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ ِفى الْبَحْرِ ِبمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَآءِ مِنْ مَّآءٍ فَاَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَآبَّةٍ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ اْلمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ َلآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ (البقرة : ١٦٤)
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al-Baqarah : 164)
Asbabun Nuzul
Ketika ayat ke-163 ( وَاِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِدٌ لآ اِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَانُ الرَّحِيْمٌ artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”) diturunkan, orang-orang musyrik merasa ta’jub (terkejut) dan bertanya: “Apakah benar Tuhan itu Esa. Jika yang demikian itu benar, maka berikanlah kepada kami bukti yang konkrit”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-164 yang menegaskan tentang bukti-bukti yang diminta oleh orang-orang musyrik tersebut, yaitu tentang bukti-bukti ke-Esaan Allah SWT.
(HR. Sa’id bin Mansur dalam kitab Sunannya, Faryabi dalam kitab Tafsirnya, dan Baihaqi dalam kitab Syu’abil Iman dari Abi Dhuha. Suyuthi berpendapat, bahwa hadits ini adalah hadits Mu’dhal, tetapi ada penguat (syahid)nya).[22]
Setelah ayat ke-163 diturunkan kepada Rasulullah SAW di Madinah, orang-orang kafir Quraisy di Mekkah bertanya: “Bagaimanakah Tuhan yang Tunggal dapat mendengar manusia yang banyak?”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-164 sebagai jawaban atas pertanyaan mereka.
(HR. Ibnu Abi Hatim dan Abi Syaikh dalam kitab Al-‘Adhmah dari ‘Atha`).[23]
Pada suatu ketika orang-orang kafir Quraisy berkata kepada Rasulullah SAW: “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan gunung shafa ini menjadi emas, sehingga kita dapat memperkuat diri untuk melawan musuh”. Sehubungan dengan itu turunlah ayat ke-115 dari surat Al-Ma idah yang berbunyi: إِنيِّ مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ....إلخ = Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu…., yang mana ayat ini memberikan keterangan dengan jelas untuk menyanggupi semua permintaan mereka dengan persyaratan apabila mereka tetap kufur setelah dikabulkan permintaannya, maka Allah akan memberikan siksaan yang belum pernah diberikan kepada suatu kaum di dunia ini. Maka Rasulullah SAW pun bersabda: “Wahai Tuhanku, biarkanlah aku dan kaumku. Aku akan mengajak mereka sehari demi sehari”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-164. Di Dalam ayat ini Allah SWT memberikan penjelasan mengapa sehingga mereka meminta agar gunung shafa dijadikan emas, padahal mereka mengetahui bahwa banyak tanda-tanda yang luar biasa tentang ke-Esaan Allah SWT.
(HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwai dari Ibnu ‘Abbas. Sanadnya adalah baik dan maushul).[24]
Tafsir Mufradah
إِنَّ ِفى خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ Maksudnya, dalam penciptaan langit dan bumi serta isi keduanya daripada keajaiban-keajaiban. Keajaiban langit ialah tinggi dengan tanpa tiang penyangga, matahari terletak di lapisan langit yang keempat yang cahayanya bisa menerangi seluruh isi bumi dan sangat bermanfaat bagi kehidupan alam jagat raya, cahaya bintang-bintang yang menerangi seluruh isi bumi dan menjadi petunjuk bagi manusia dalam segala bidang padahal bintang-bintang itu terletak di ‘Arasy, dan lain-lain sebagainya. Sedangkan keajaiban bumi ialah panjang dan sangat luas hamparannya serta tetap (tidak bergoyang) dengan sebab gunung-gunung yang tertancap kokoh di atasnya, dan lain-lain sebagainya.[25]
وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ Maksudnya, terjadi pergantian malam dan siang dengan masuknya siang berganti dengan malam dan begitu juga sebaliknya. Dan pada keduanya juga terdapat keajaiban-keajaiban, yaitu pada malam terkadang terang dengan cahaya rembulan dan terkadang gelap gulita, dan masanya lama khususnya bagi manusia. Sedangkan keajaiban pada siang, yaitu lama masanya bagi manusia, maka terkadang subuh bagi sebagian penduduk bumi ashar bagi sebagian lainnya, dan seterusnya.[26]
وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ ِفى الْبَحْرِ Maksudnya, kapal yang berlayar di lautan dan tak pernah karam dengan sebab mengangkut beban muatan yang berat.[27]
ِبمَا يَنْفَعُ النَّاسَ Maksudnya, dalam pelayarannya kapal di lautan membawa manfaat yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia, yaitu sebagai alat transportasi yang menghubungkan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya. Dengan adanya sarana transportasi laut tersebut manusia bisa mengambil manfaatnya dengan bepergian dan melakukan hubungan dagang antar pulau dan antar negara. Jika seandainya tidak diciptakan kapal sebagai alat transportasi, maka akan terisolirlah setiap kawasan dengan dunia luar dan menjadi sempitlah kehidupan manusia serta perekonomianpun tidak akan pernah berkembang pesat.[28]
وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَآبَّةٍ Maksudnya, makhluk hidup bisa berkembang biak dengan turunnya hujan sehingga komunitasnya banyak dan menyebar kemana-mana, karena hujan menyuburkan tanah sehingga menumbuhkan rumput-rumput yang hijau sebagai ladang gembalaan ternak. Dengan banyaknya rumput yang tumbuh, maka binatang-binatang ternak bisa makan kenyang sehingga bisa berkembang biak dengan baik. Hujan juga menghasilkan aneka makanan nabati bagi kelangsungan hidup manusia dan bila manusia bisa makan dengan teratur dan kenyang, maka akan menghasilkan keturunan-keturunan secara baik dan teratur pula.[29]
وَّتَصْرِيْفِ الرِّيَاحِ Maksudnya, angin yang berhembus selalu berubah-ubah arahnya, kadang ke barat, timur, dan lain sebagainya.[30] Begitu juga sifatnya yang berubah, ada angin rahmat dan terkadang angin azab, seperti angin topan, angin puting beliung, angin badai,[31] seperti badai katrina yang pernah menghantam New Orleands, Amerika Serikat, yang menurut catatan BMG setempat kekuatannya lebih dahsyat dari tsunami.
وَالسَّحَابِ اْلمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ Maksudnya, awan yang bergelantung antara langit dan bumi tanpa tali yang mengikatnya.[32]
َلآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ Maksudnya, seluruh yang tersebut dalam ayat tadi menjadi tanda-tanda ke-Esaan Allah SWT bagi orang-orang yang mau berpikir, yakni orang-orang yang mau mempergunakan akalnya kepada seluruh keajaiban kekuasaan Allah SWT sehingga ia memperoleh keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa atas setiap sesuatu.[33]
Pokok Kandungan Ayat
Tanda-tanda ke-Esaan Allah dan kekuasaan-Nya.
Kesimpulan
Manusia sangat tidak wajar untuk ingkar kepada Allah karena Dia telah menciptakan alam jagat raya serta se-isinya dan berbagai macam sarana dan pra sarana dalam menempuh kehidupan di dunia.
C. Hanya Allah Yang Berhak Menentukan Segala Sesuatu
- QS. Al-Qashash : 68
وَرَبُّكَ َيخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَ َيخْتَارُ مَا كَانَ َلهُمُ اْلخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالىَ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ (القصص : ٦٨)
Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka (bila Allah telah menentukan sesuatu, manusia tidak dapat memilih yang lain dan harus menaati dan menerima apa yang telah ditetapkan Allah). Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (dengan Dia)”. (QS. Al-Qashash : 68)
Asbabun Nuzul
Walid bin Mughirah bersikap sombong atas pangkat kenabian yang diberikan kepada Muhammad SAW dan juga kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepada beliau. Ia berkata: “Mengapa kiranya Al-Qur`an tidak diturunkan kepada seorang lelaki yang berasal dari desa-desa yang megah?”, maka diturunkan ayat ke-68 ini untuk menjawab kesombongan Walid.[34]
Tafsir Mufradah
مَا كَانَ َلهُمُ اْلخِيَرَةُ Maksudnya, makhluk tidak berdaya sama sekali, hanya Allah-lah yang menetapkan segalanya. Hal ini sesuai sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits Qudsi:
يَا عَبْدِيْ أَنْتَ تُرِيْدُ وَ أَنَا أُرِيْدُ, وَلاَ يَكُوْنُ إِلاَّ مَا أُرِيْدُ, فَإِنْ سَلَّمْتَ ِليْ مَا أُرِيْدُ أََعْطَيْتُكَ مَا تُرِيْدُ , وَإِنْ َلمْ تُسَلِّمْ ِليْ مَا أُرِيْدُ أَتْعَبْتُكَ فِيْمَا تُرِيْدُ وَلاَ يَكُوْنُ إِلاَّ مَا أُرِيْدُ
Artinya: “Hai hamba-Ku, engkau punya kehendak dan Akupun demikian, dan tidak berlaku sesuatu melainkan apa saja yang Aku kehendaki, maka jika engkau serahkan segala sesuatu kepada-Ku (sesuai dengan) apa yang Aku kehendaki, niscaya Aku berikan kepadamu apa saja yang engkau kehendaki, dan jika tidak engkau serahkan kepada-Ku apa saja yang Aku kehendaki niscaya Aku akan memberikan kesukaran bagimu pada apa saja yang engkau kehendaki, dan tidak berlaku segala sesuatu melainkan apa-apa yang Aku kehendaki”. [35]
Maksudnya, segala sesuatu berada dalam ketetapan Allah, kemampuan manusia hanya sebatas berusaha. Adapun hasilnya Allah-lah yang menetapkannya, maka dalam hadits Qudsi di atas tadi Allah menganjurkan kita untuk menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawakkal), bagaimanapun hasilnya yang Allah tetapkan harus diterima.
Pokok Kandungan Ayat
Kekuasaan Allah sangat mutlak
Kesimpulan
Tiada pilihan lain bagi manusia melainkan menyembah-Nya karena hanya Dia-lah yang menentukan segalanya.
D. Allah Yang Menentukan Rezeki Tiap-tiap Makhluk
- QS. Al-Ankabut : 60 & 62
وَكَأَيِّنْ مِّنْ دَآبَّةٍ لاَّ َتحْمِلُ رِزْقَهَا اَللهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (العنكبوت :.٦)
Artinya: “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Ankabut: 60)
Asbabun Nuzul
Pada suatu waktu Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama Abdullah bin Umar, dan sampai di daerah perkebunan Madinah. Rasulullah SAW memungut korma yang jatuh dan memakannya, seraya bersabda: “Wahai Ibnu Umar, mengapa kamu tidak mau makan korma ini?”. Jawab Ibnu Umar: “Aku tidak menginginkannya”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Aku sangat menginginkannya. Sebab sudah empat hari aku tidak merasakan makanan dan tidak mendapatkannya. Padahal sekiranya aku berdoa kepada Allah Tuhanku, pasti Dia akan memberiku sebanyak yang dimiliki kerajaan Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi). Bagaimana pendapatmu, wahai Ibnu Umar tentang kaum yang menyimpan makanan untuk satu tahun, tetapi menyebabkan kelemahan keyakinan yang ada pada dirinya”. Jawab Ibnu Umar: ”Demi Allah, aku tidak menghendaki dan tidak menginginkannya”. Sehubungan dengan itu, maka Allah SWT menurunkan ayat ke-60 yang menegaskan bahwa Dia memberi rezeki kepada makhluk-Nya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Allah tidak memerintahkan kepadaku untuk menimbun harta dan tidak memerintahkan untuk memperturutkan syahwat. Aku tidak akan menimbun dinar maupun dirham. Dan aku tidak akan menyimpan rezeki untuk esok hari”.
(HR. Abdun bin Hamid, Ibnu Abi Hatim, Baihaqi, dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad yang dhaif dari Ibnu Umar). [36]
Atau, asbabun nuzul ayat tersebut ketika kaum muslimin diperintahkan untuk berhijrah, mereka berkata: “Bagaimana mungkin kami keluar untuk berhijrah ke Madinah, padahal di sana kami tidak punya rumah dan harta, siapa yang akan memberikan makanan dan minuman kepada kami?”. Lalu Allah menurunkan ayat ke-60 untuk menegaskan bahwa Dia-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka.[37]
Tafsir Mufradah
لاَّ َتحْمِلُ رِزْقَهَا Maksudnya, makhluk tidak sanggup mengurus rezekinya sendiri karena bersifat lemah,[38] dan juga tidak menyimpannya untuk esok hari, seperti binatang ternak dan burung yang hanya mencari untuk sekali makan perharinya. Sofyan bin ‘Uyainah mengatakan: “Setiap makhluk tidak pernah menyimpan perbekalan makanan untuk hari esok melainkan manusia, tikus, dan semut”.[39]
Pokok Kandungan Ayat
Allah SWT yang mengatur rezeki.
Kesimpulan
Anjuran Allah kepada manusia supaya tidak tamak dengan mengumpul-ngumpulkan harta dan urusan rezeki diserahkan kepada Allah, biarlah Allah yang mengaturnya manusia hanya berusaha mencarinya.
اَللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ ِلمَنْ يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ (العنكبوت : ٦٢)
Artinya: “Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Ankabut: 62)
Tafsir Mufradah
يَبْسُطُ الرِّزْقَ Maksudnya, Allah melapangkan rezeki kepada siapa saja sebagai ujian,[40] apakah ia mampu menjalankan amanah dengan memanfaatkan rezeki tersebut di jalan-Nya dan mau bersyukur ?
وَيَقْدِرُ لَهُ Maksudnya, Allah menyempitkan rezeki siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan,[41] apakah ia bisa sabar dalam menghadapi kenyataan hidup yang agak sederhana, bahkan serba kekurangan?
Pokok Kandungan Ayat
Allah yang mengatur rezeki.
Kesimpulan
Lapang dan sempitnya rezeki adalah urusan Allah sebagai ujian dan cobaan bagi umat manusia, mudah-mudahan manusia tidak lupa daratan dan bersabar dalam menghadapinya.
[1] Ash-Shawi, Hasyiah....., juz I, hal. 32
[2] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir…, juz I, 32-33
[3] Ibid., hal. 33
[4] Ibid.
[5] Ash-Shawi, Hasyiah…, juz I, hal. 33.
[6] Ibid.
[7] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir…
[8] Ash-Shawi, Hasyiah…
[9] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir…, hal. 188.
[10] Ibid.
[11] Ash-Shawi, Hasyiah..., hal. 188-189.
[12] Ibid, hal. 189.
[13] Ibid.
[14] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir…, hal. 38.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ash-Shawi, Hasyiah..., hal. 38.
[20] Ibid, hal. 39
[21] Ibid.
[22] A. Mudjab Mahalli, Asbabun-Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur`an, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 53-54.
[23] Ibid., hal. 54
[24] Ibid.
[25] Ash-Shawi,..., hal. 105
[26] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir …, hal. 105.
[31] Ash-Shawi, Hasyiah…
[32] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsr …, hal. 106.
[33] Ash-Shawi, Hasyiah…, hal. 106
[34] Ibid., Juz III, hal 274
[35] Ibid.
[36] Mahalli, Asbabun Nuzul..., hal. 650-651
[37] Ash-Shawi, Hasyiah..., Juz III, hal. 295
[38] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir…, Juz III, hal. 295
[39] Ash-Shawi, Hasyiah...
[40] Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsir...
[41] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar